Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manusia & Waktu: Absurditas dalam Sejarah dan Selamat Tahun Baru!

Ada kejadian lucu di Senin pagi dua hari yang lalu. Awalnya seperti biasa, setiap senin pagi saya memasukkan rencana kerja mingguan via internet. Entah kenapa sewaktu saya masukkan rencana untuk hari ini, sistem langsung menolak terisi. Ada masalah apa pikirku, karena tidak menemukan pemecahan, sambil mengisi waktu, saya segera bergegas mandi dan berganti baju. Saya pikir hanya masalah jaringan seperti biasa, ternyata kok malah muncul peringatan di layar kerja, Selamat tahun baru Islam 1430 H. Oalah.. ternyata tanggal merah rupanya. Dan yang lebih parah ternyata itu adalah tahun baru Islam. Lebih parah lagi, saya tidak tahu bahwa ada tanggal merah di hari ini yang merupakan tanggal pergantian tahun baru Hijriah!

Tapi, bagaimana pula saya tidak tahu? Alasan utama adalah kalender di rumah raib entah kemana. Makanya untuk tahun depan sudah sedia lebih dari enam kalender untuk jagajaga. Satu Kalender Gontor, satu kalender Majlis Taklim, tiga kalender Bank Syariah DKI, bahkan ada juga kalender kampanye seorang caleg. Well, nice preparation. Alasan kedua karena, kok tidak ada acara di masjid ya. Biasanya, setiap tahun baru Islam pasti ada semacam acara silaturrahim antar sesama warga. Apa mungkin banyak yang berlibur dan pulang kampung? Bisa jadi. Toh, tahun ini saya memang tidak terlibat langsung di kegiatan masjid di RW kami. Gantian adikadikku yang terlibat. Dan, anehnya mereka juga tidak memberitahu bahwa hari itu libur. Uh, I don't like monday!

Berbicara mengenai tahun baru, berarti tidak lepas dari sebuah sistem penanggalan yang kita sebut dengan kalender. Setiap bangsa yang telah mengenal baca tulis, tentu memiliki kalender. Awalnya, kalender tersebut dibuat untuk menentukan musim bercocok tanam, daur panen, dan halhal lain yang berhubungan dgn irama alam serta pengolahan lahan. Sekali manusia berkenalan dengan agama, mereka pun memasukkan harihari suci ke dalam kalender mereka. Dan tentunya, perayaan hari suci agama tidak terlepas dari proses pertanian. Perayaan imlek, misalnya, dibuat sebagai sejenis perayaan untuk masa awal bercocok tanam. Pun, manusia juga memasukkan beberapa hari bersejarah, seperti tanggal kelahiran kaisar di Jepang, sebagai hari suci mereka. Hari suci, holy day, yang kemudian disambung menjadi holiday yang sekarang bermakna liburan, memiliki akar kata yang berhubungan dengan kesucian. Dan memang pada harihari suci itulah manusia mendapatkan kelonggaran untuk tidak bekerja, sekedar menghormati yang suci dalam kehidupan profan seharihari.

Kalender

Mungkin banyak yang tahu, bahwa sistem penanggalan yang kita gunakan saat ini, kalender Masehi, merupakan peninggalan dari bangsa Mesir kuno. Sebelum penanggalan berbasis solar (matahari) digunakan, manusia telah
lama mengenal sistem penanggalan berbasis lunar, bulan. Penanggalan
jenis ini banyak digunakan karena jauh lebih sederhana dan mudah.
Adapun sistem solar yang digunakan bangsa Mesir, lebih dikarenakan
kemampuannya untuk memprediksi musim yang sangat dibutuhkan oleh petani guna memulai masa tanam. Mereka menggunakan sistem penanggalan berdasarkan rotasi matahari dengan jumlah hari sebanyak 360 dan 12 bulan. Satu minggu terdiri dari sepuluh hari, dengan penambahan lima hari di akhir tahun, jadi semuanya berjumlah 365 hari dalam setahun. Awal tahun pada kalender Mesir kuno jatuh pada tanggal 20 Juli.

Bila bangsa Mesir kuno menganut sistem solar murni, maka bangsa Yunani menggunakan kombinasi sistem solar dengan sistem lunar, lunisolar - hal serupa yang dilakukan oleh bangsa Cina, tapi dalam setiap perayaan imlek yang muncul malah ucapan happy lunar year, yang mana seharusnya happy lunisolar year, karena hanya kalender Islam saja yang menggunakan sistem penanggalan lunar murni. Rumit juga melacak sistem kalender bangsa Yunani, karena setiap wilayah menggunakan sistem yang berbeda satu dengan yang lain dan tidak ada sistem yang serupa. Akhirnya, malah sistem kalender Romawi yang jauh lebih umum dan sederhana saja yang kemudian menjadi nenek moyang sistem penanggalan yang kita gunakan saat ini. Satu bukti bahwa kekuasaan dan kebodohan itu tidak selalu buruk. Coba saja kalau kita mengikuti sistem penanggalan Yunani, entah apa yang terjadi?!

Awalnya, sistem penanggalan Romawi ini juga menganut sistem lunar, tapi lama kelamaan mereka mengikuti sistem penanggalan bangsa Mesir. Tidak seperti yang kita duga, ternyata tahun baru bangsa Romawi jatuh pada tanggal 15 Maret, mengikuti awal musim semi. Semula mereka hanya memiliki sepuluh bulan dalam setahun, dengan jumlah hari antara 30 dan 31. Dengan demikian masih terdapat sisa 61 hari yang tidak masuk dalam kalender. Maka oleh Numa Pompilus, raja kedua Romawi kuno, dimasukkanlah bulan Januari dan Februari, sehingga lengkaplah terdapat 12 bulan dalam setahun, dengan jumlah hari sebanyak 355 hari. Namun dasar Romawi, karena takhayul, mereka menjadikan semua bulan dalam setahun berjumlah ganjil. Jadi, alihalih menggenapkan sebulan menjadi 30 hari, mereka malah menjadikan Januari, April, Juni, Sextile, September, November, Desember, menjadi 29 hari. Yang berarti terdapat kekurangan sepuluh hari. Namun, oleh pakar mereka, jumlah hari dalam setahun yang ideal itu adalah 377 dan 378 bukannya 364 hari. Maka kekurangan mereka jauh lebih besar, 22 hari!

Untuk mengatasi persoalan tersebut, mereka seringkali menambahkan jumlah hari yang tersisa di bulan Februari, yang merupakan bulan terakhir dan pada masa itu hanya terdiri atas 23 dan 24 hari saja. Kenapa juga mereka repot sekali membuat penanggalan? Well, mereka hanya ingin mencocokkan waktu dengan jam musim. Selain untuk keperluan pertanian, perhitungan musim yang pas jelas sangat bermanfaat untuk menentukan kapan sebuah ekspedisi militer harus dilakukan. Dampak dari rasionalisasi itu, maka seringkali pula penentuan kalender menjadi tidak menentu. Hal ini mendorong Julius Caesar untuk melakukan reformasi, sehingga uruturutan jumlah hari, persis seperti yang kita kenal saat ini.

Sebagai penghormatan terhadap reformasi Caesar, maka bulan Quintilis (yang berarti kelima, dimulai dari Maret) diganti dengan Juli, karena itu adalah hari kelahiran sang kaisar. Sedangkan bulan Sextile (keenam) diganti dengan Agustus untuk menghormati jasa Kaisar Agustus yang telah merebut Alexandria pada bulan tersebut. Yang menarik, sesuai uruturutan Caesar, bulan Agustus sebenarnya berjumlah 30 hari. Namun, oleh kaisar Agustus diganjilkan menjadi 31 hari, sekali lagi takhayul. Orang Romawi itu memang senang sama takhayul sih. Jenis kalender ini kemudian kita kenal sebagai kalender Julian.


Kelahiran

Dalam menamakan tahun, orang Romawi biasanya merujuk kepada masa pemerintahan seorang raja atau kaisar. Misalnya dengan menyebut tahun kelima Julius, untuk menyebut masa pemerintahan kaisar Julius. Perubahan tahun baru Romawi menjadi 1 Januari, sebenarnya juga tidak jelas. Tapi karena sejak tahun 158 SM, setiap raja yang memerintah masuk kantor pada tanggal 1 Januari, maka sejak itulah kemudian tanggal tersebut dijadikan awal tahun baru.

Pada tahun 525 M, seorang biarawan bernama Dionysius Exiguus tengah melakukan penghitungan tanggal paskah. Ia mendapati bahwa Yesus ternyata lahir 525 tahun yang lalu. Oleh beberapa ilmuwan terkemudian, penetapan tahun pertama Masehi oleh Exiguus itu mengandung kesalahan, karena ternyata Yesus lahir pada tahun 4 SM, merujuk kepada tahun kematian Herodes pada tahun 3 SM. Jadi terlambat empat tahun. Penentuan paskah dalam tradisi Kristen benarbenar masalah yang rumit. Dalam bahasa Inggris ia bernama easter, berasal dari kata Eostre atau Eostrae, Dewi musim semi bangsa Anglo-Saxon, dengan demikian masih berhubungan dengan festival pagan yang jatuh pada tanggal 25 Desember. Paskah sendiri adalah perayaan bangkitnya Yesus dari penyaliban. Yang membuat rumit, Yesus adalah orang Yahudi yang memiliki sistem penanggalan lunar, berbeda dengan Kristen yang mengadopsi sistem penanggalan ala Julian yang berbasis solar itu. Dalam pengamatan orang Kristen, hari kebangkitan Yesus juga bertepatan dengan eksodus bangsa Yahudi dari Mesir, yang dinamakan dengan pesah dalam bahasa Ibrani. Pesah, Pesach, pascha, paskah. Pada 325 M Konsili Nicaea memutuskan bahwa paskah jatuh pada hari Minggu (dari bahasa Portugis Domingos, Tuhan, lord, hari Tuhan) antara Maret 22 dan April 25. Rumit kan!

Kelak pula karena kerumitan ini pula, seorang doktor yang juga tengah meneliti hari Paskah, Aloysius Lilius, mendapati bahwa dalam satu milenium kalender Julian mengalami kelebihan hari sebanyak 7 hingga 8. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan perubahan pada tahun jatuhnya tahun kabisat. Pada kalender Julian, setiap tahun yang bisa dibagi dengan 4 merupakan kabisat. Tetapi pada kalender baru ini, tahun yang bisa dibagi dengan 100 hanya dianggap sebagai tahun kabisat jika tahun ini juga bisa dibagi dengan 400. Misalkan tahun 1700, 1800 dan 1900 bukan tahun-tahun kabisat. Tetapi tahun 1600 dan 2000 merupakan tahun kabisat. Penelitian Lilius ini kemudian disahkan oleh Paus Gregorius XIIId pada tanggal 24 Februari 1582. Dan kalender yang berdasarkan dengan metode ini kemudian dikenal sebagai kalender Gregorian.

Kalender Gregorian adalah kalender yang kita gunakan saat ini dan merupakan kalender umum yang paling banyak digunakan di muka bumi. Meskipun demikian, adopsi dari sistem Julian ke Gregorian berbeda dari satu negara ke negara lainnya. Negara pertama yang menggunakan kalender jenis ini adalah Spanyol dan Portugal, negaranegara Protestan macam Jerman, baru mengadopsi pada tahun 1700-an, Rusia bahkan baru menggunakannya pada awal tahun 1900-an. Untuk membedakan antara kalender Julian dan Gregorian, diberikan notasi OS (old style) dan NS (new style) pada kalender yang ada.

Hijrah

Berbeda dengan proses penentuan tahun pertama masehi yang mengambil waktu kelahiran Yesus ( tahun masehi dalam bahasa Arab disebut tahun miladiyah, tahun kelahiran), umat Islam menggunakan peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah sebagai patokan awal tahun Hijriah. Sebelum penentuan kalender Hijriah, bangsa Arab sudah terbiasa dengan sistem penanggalan lunisolar, dimana bulan peredaran bulan digunakan dan untuk mensikronkan dengan musim digunakan penambahan jumlah hari. Sebenarnya pula tidak banyak yang bisa didapat dari penanggalan pra-Islam, yang pasti sistem penanggalan bangsa Arab saat itu ikut terpengaruh oleh sistem penanggalan Yahudi dengan bebarapa ciri khas Arab seperti adanya bulanbulan suci dan ritual haji. Setelah kelahiran Islam, kebiasaan menambah jumlah hari dihilangkan menjadi pengamatan empirik semata dengan melihat munculnya bulan baru. Menjadikan tahun Islam sebagai satusatunya sistem penanggalan bulan yang benarbenar murni.

Sama seperti peristiwa penetapan khalifah yang dramatik, penetapan tahun pertama hijriah juga serupa. Pada tahun 17 H, Abu Musa Al-Asyari, seorang pejabat Basrah di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, melaporkan bahwa surat yang sampai kepadanya dari khalifah tidak memiliki tanggal. Umar kemudian memanggil para sahabat untuk mendiskusikan masalah ini. Ada yang mengusulkan untuk menggunakan sistem penanggalan Julian tapi ditolak karena sangat susah menentukan tanggal jatuhnya sejumlah Hari Raya. Ada juga yang mengusulkan tahun kelahiran Nabi Muhammad yang digunakan sebagai awal mula, tapi ditolak juga karena tidak begitu pasti. Akhirnya Umar memutuskan untuk menggunakan tahun kedatangan Nabi di Madinah sebagai awal penanggalan. Alasan utama dibalik itu karena peristiwa ini telah dikenal luas dan beberapa sahabat juga telah menggunakan peristiwa hijrah sebagai patokan penanggalan.

Masalah yang kemudian muncul adalah dalam penentuan tahun baru. Ada beberapa argumen yang mengusulkan Ramadhan sebagai awal tahun baru Islam. Ada juga Rajab, karena itu adalah bulanbulan kejayaan bangsa Arab sebelum Islam. Kemudian Ustman bin Affan mengusulkan bulan Muharram sebagai awal tahun baru, karena kebiasaan masyarakat Arab untuk menjadikannya sebagai awal tahun baru setelah ibadah Haji. Usul Ustman ini lantas disetujui semua yang hadir, dan sejak itulah kita mengenal tanggal 1 Muharram sebagai awal tahun baru Hijriah. Dalam perjalanannya, kalender Hijriah digunakan untuk tujuan keagamaan dan kenegaraan. Tapi karena bentuknya yang bersistem lunar murni, sehingga tidak dapat digunakan untuk tujuan agrikultural, masyarakat Islam kemudian juga menggunakan sistem penanggalan lain, macam kalender Mesir kuno, Iran, dan kalender Ottoman, yang merupakan modifikasi kalender Julian.

Bagi yang memiliki kecenderungan matematika, penanggalan yang pasti untuk konversi penanggalan Hijriah bisa diperoleh dari rumus:

G= H - H/33 + 622

H= G - 622 + G - 622
                32

G= Gregorian
H= Hijriah

Perayaan


Dan akhirnya, sampailah kita di penghujung tulisan ini, sama seperti harihari yang juga berujung dan malammalam gelap yang kembali berganti terang. Sebuah perbatasan, tepi laut dan ujung langit, temboktembok Berlin yang telah punah dan sengketa Ambalat. Pergantian adalah sebuah waktu yang berhenti dalam keramaian. Ia begitu mendamba, meliputi dan berkuasa. Menjadikan jiwa kita laksana anakanak yang terpukau oleh sihir kembang api dan pentas panggung gebyar meriah. Akhir selalu merupakan sebuah feast, jamuan, perut, raga dan pelepasan. Akhir adalah sebuah pentas dan pementasan.

Bagaikan seorang pesulap yang menampilkan triktrik menakjubkan, perayaan akhir tahun selalu memukau kita dengan kebiasaannya dan kejarangannya. Dan kita para penonton hanya ingin sekali lagi melihat kedangkalan itu. Karena kita tahu, meski juga enggan. Tapi mau, meski pula abai, bahwa kita ingin dibohongi dan ingin digombali. Karena hakekat waktu dan batasbatas itu bukanlah dalam misterinya yang abadi, tapi dalam sebuah kemegahan dan kesementaraan. kombinasi yang membuat kita selalu ketagihan merayakannya tahun demi tahun, tak peduli betapa absurdnya tindakan kita itu.

Dan malammalam panas penuh gemerlap, dalam hitungan mundur yang takzim itu, saat bautbaut, gerigi dan jarum menyatu dalam sebuah titik yang biasa kita lihat hari demi hari. Entah mengapa ia begitu lain, seperti baru pertama kali bersua. Saat itulah yang mekanik menundukkan rotasi bumi, sama seperti kita yang keranjingan menundukkan ruang dan waktu. Atau usaha gila manusia menaklukkan Tuhan. Karena sebuah pergantian, tak lebih dari transisi ringan dalam otak kita. Yang memaksa berkehendak dan berkuasa. Sebuah perayaan adalah sebuah pernyataan bahwa kita umat manusia dapat berdiri di atas kedua kaki, entah apa yang akan dilakukan setelah itu.

Selamat tahun baru 1430 H dan 2009 M. Selamat! Seabsurd apapun ia bermakna.

2 komentar untuk "Manusia & Waktu: Absurditas dalam Sejarah dan Selamat Tahun Baru!"

  1. met taon baru ya......
    doax yg baek2 aja deh
    moga2 selangkah maju-x benar-benar bisa direalisasikan di tahun ini, amiin :)

    BalasHapus
  2. Thank, semoga sukses juga selalu!

    BalasHapus