Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

The Chemistry of Love



Tulisan ini merupakan comment saya di salah satu blog yang kebetulan empunya merupakan ahli Fisika. Dan saya tulis lagi di sini, sebagai my compliment for her, for I'd become a truly real person in her life, as her wishes.

***

Sebagaimana halnya katalis dalam termodinamika, maka seperti itulah perumpamaan mawar dalam cinta. Keindahan berduri yang kadang menusuk dan menggoreskan luka. Karena itulah, cabang ilmu alam ini begitu dekat dengan kehidupan kita seharihari. Chemistry, kimia, cinta, chemistry of love.



Kimia cinta. Sejenis percampuran spiritual antara dua hati yang berbeda dan terpisah bahkan oleh ruang dan waktu. Dan disini pulalah Paulo Coelho mempersembahkan Alchemist, sebuah kisah pencarian jati diri sekaligus pasangan jiwa. Dua hal yang saling bertautan. Sebab manakala kita menemukan kesejatian diri kita, maka di sanalah muncul penegasan akan pasangannya, begitu pula sebaliknya. Pasangan jiwa selalu merupakan katalis bagi pencarian jati diri.



Well, lalu kenapa mawar? Sebab penyatuan itu membutuhkan sublimasi dan percampuran kimiawi yang sampai batasbatas tertentu benarbenar menyakitkan. Seperti perunggu yang merupakan hasil dari percampuran antara timah dan tembaga, ada banyak unsur yang harus dibuang dalam proses pembuatannya. Belum lagi tempaan panas api dan godam pengrajin perunggu. Hasilnya, sebuah karya yang begitu indah dan menawan.



Sayangnya, emas lebih sejati daripada perunggu, dan para alchemist menjadi sangat tergilagila untuk membuat emas dari unsurunsur yang berbeda. Maka munculah mitos philosopher’s stone, batu filsuf, sebuah batu yang dapat merubah besi menjadi emas. Sayangnya pula mereka gagal. Apa yang mereka sebut sebagai emas tak lain hanyalah sebuah imitasi belaka. Emas tetaplah emas, ia tidak dapat direkayasa. Sama seperti cinta sejati yang juga tidak dapat direkayasa. Sekeras apapun kita mencoba, hasilnya akan selalu menjadi perunggu, bukan emas.



Lalu, apa sebenarnya yang kita miliki. Perunggu ataukah emas?


***


Yah, semuanya mengisyaratkan sebuah gerak balik. Saat kita menginginkan sesuatu kita akan bekerja sekuat tenaga untuk meraihnya. Namun, sekeras apapun usaha yang kita lakukan, semuanya telah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Masalahnya, kita tidak akan pernah tahu hasil tersebut sebelum kita mencoba. Begitulah Tuhan bekerja, circular!

I'd tell her the truth, because of I am the man.

5 komentar untuk "The Chemistry of Love"

  1. Ya ALLAH jadikan pemilik blog ini manusia manusia pilihanMU yang berkeyakinan bahwa bumiMU yang terhampar luas adalah masjid baginya, kantornya adalah musholahnya, meja kerjanya adalah sajadah,

    Kemudian fungsikan setiap tatapan matanya penuh rahmat dan kasih sayang sebagai refleksi dari penglihatanMU, jadikan pikirannya husnuzhan, tarikan napasnya tasbih, gerak hatinya sebagai doa, bicaranya bernilai dakwah, diamnya full zikir, gerak tangannya berbuat sedekah, langkah kakinya jihad fi sabillillah.

    Selamat hari raya IDUL ADHA …

    RINDU a.k.a ADE

    BalasHapus
  2. @ Rindu a.k.a Ade, Terima kasih atas doamu, @_@.

    @ Sonny, still the book open. so, tunggu saja kejutankejutannya disetiap patahan dan persimpangan. Saya juga penasaran kemana akhir dari kisah ini. (Petualang mode: on)

    @ Lala, Mungkin seperti di Bling of My Life, :) Gak sangka, blog saya dikunjungi bloger terkenal nih. Thank for visit.

    For all, Happy Idul Adha!

    BalasHapus
  3. Selamat Idul Adha

    BalasHapus
  4. Kejar terus kejar terus kejar terus....kalau dari sinyal kan sudah tuh

    BalasHapus
  5. Act act act..the difference between a dreamer and a real philosopher is...timing and action

    BalasHapus