Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Macondo, Melquiades dan Buendia

Pertama kali membaca novel ini, hampir-hampir saya tidak bisa dibuat tidur olehnya. Cara Marquez menulis dengan menghapus garis batas antara yang nyata dengan yang fiksi, menghadirkan mitos dalam keseharian, laksana membawa saya ke masa kanak-kanak dengan berjuta larangan yang kadang begitu menakutkan dan nyata. Dengan hantu-hantu yang bersedih hati, permadani terbang, kutukan dan totem, gadis cantik yang diangkat kelangit bersama bunga-bunga, wabah insomnia yang merajalela hingga semua orang harus menempelkan label kepada setiap benda agar tetap ingat nama benda tersebut, nenek tua yang hidup lama hingga badannya mengecil sebesar fetus, sampai kelahiran bayi berbuntut babi hasil hubungan Ursula Remedios dan keponakannya. Semua berjalan lancar dengan bahasa yang jelas dan sangat mudah dimengerti. Tapi justru inilah yang memberi kekuatan tersendiri dalam Seratus Tahun Kesunyian, ibarat sebuah rasionalisasi akan mitos, kita dibawa ke sebuah dunia yang benar-benar asing, Macondo, tempat semua keanehan tadi berlangsung.

Jose Arcadio Buendia dan istrinya Ursula Iguaran adalah awal mula trah Buendia. Mereka dihormati sebagai pendiri desa kecil nun terpencil Macondo dan otomatis keturunan mereka mendapat kehormatan serupa. Jose Arcadio Buendia memiliki kegilaan yang sangat terhadap kemajuan dan peradaban, hingga terobsesi dengan teknik-teknik alchemist dan rela menukar apa saja demi pengetahuan yang didapat dari Melquiades, seorang gipsi yang arwahnya melarut kedalam cairan kimia dan menulis sebuah ramalan mengenai trah Buendia dan nasib-nasib mereka. Sementara, kedua anak lelakinya, Jose Arcadio dan Aureliano Buendia, berakhir dengan tragis. Jose Arcadio yang mendapatkan pengalaman seksual pertamanya dengan seorang peramal Pilar Ternera, yang melahirkan Arcadio dan anak hasil hubungannya dengan Aureliano Buendia: Aureliano Jose, harus menanggung kematian ditangan istrinya sendiri Rebecca, yang lalu gila dan kembali memakan tanah. Adapun Aureliano Buendia yang kelak menjadi seorang kolonel dan pemimpin oposisi dihukum mati dihadapan regu tembak. Sedang ketujuh belas putra Aureliano hasil hubungannya dengan perempuan yang ia temui semasa 32 kali perang dan tidak satupun yang ia menangi, satu persatu mati terbunuh oleh pasukan pemerintah. Dengan demikian, hanya keturunan Arcadio saja yang bertahan mengisi perjalanan hidup trah Buendia.

Selain kedua kakak beradik tadi, adapula Amaranta si bungsu, yang bersaing mendapatkan seorang Pietro Crespi, pembuat piano, dengan Rebecca, anak pungutan di keluarga Buendia, yang menikahi kakaknya. Kenyataan bahwa kedua wanita ini memiliki pesona kecantikan yang agung, tidak menghalangi kegilaan mengakut pada trah Buendia. Bahkan tatkala hati Amaranta telah berpaling dan membuat Pietro Crespi bunuh diri karena cintanya ditampik, ia menghabiskan hidupnya dengan melajang dan mengasuh Remedios si Cantik yang terus berlari-lari telanjang di dalam rumah hingga besar. Di tengah itu semua Ursula menjadi penghubung utama antara yang lalu dengan yang akan datang. Ia menjadi ibu dari semuanya, bahkan tatkala matanya membuta ia masih hafal setiap lekuk rumah dan kelakuan para penghuninya, dan sejarah berulang kembali katanya, saat melihat kebodohan yang dilakukan oleh cucu buyutnya sama seperti yang dulu dilakukan oleh anak-anaknya sendiri.

Dan memang, nama-nama dalam Seratus Tahun Kesunyian selalu berulang, Seperti Aureliano Segundo yang merupakan anak dari Arcadio dan Jose Arcadio yang merupakan anak dari Aureliano Segundo. Dalam halaman-halaman yang kadang membekukan waktu dan berakselerasi begitu cepatnya, saya seperti terjebak dalam labirin nama yang membingungkan. Semua terus berulang hingga enam generasi silih berganti. Lalu semuanya menghilang, menyisakan rumah kediaman trah Buendia yang menjadi saksi terakhir, yang reyot oleh pasukan semut merah dan memakan keturunan terakhir penghuninya, sibayi berbuntut babi, Aureliano. Tepat pada saat ayahnya, yang juga bernama Aureliano, selesai membaca ramalan terakhir Melquiades dan ia pun terbang tersapu angin bersama Macondo, hilang tertelan bumi. Tulis Marquez, “dan bahwa semua yang tertulis di sana adalah sesuatu yang tidak bisa terulang, sejak dahulu kala dan untuk selama-lamanya, karena ras-ras manusia yang dikutuk selama seratus tahun kesunyian tak punya kesempatan kedua di muka bumi ini.

Tokoh-tokoh dalam Macondo adalah orang-orang yang penuh bakat dan keistimewaan. Jose Arcadio Buendia dan Jose Arcadio adalah orang-orang yang memiliki kekuatan besar yang sanggup merobohkan kuda dengan hanya menarik kupingnya. Adapun Aureliano Buendia memiliki kemampuan telekinetik dan mampu melihat masa depan sedangkan Aureliano kedua adalah seorang jenius yang mengetahui segalanya. para wanita dalam trah itu, selalu memiliki tingkat kecantikan yang membunuh. Tak ada seorangpun pria yang tak tergoda melihat keluguan Remedios, bahkan burung-burung pun mati saat melihat wajahnya, kemenawanan Amaranta, atau si ibu besar Ursula Inguara yang memiliki kharisma yang hebat. Mereka berjuang dengan gagah berani melawan takdir mereka dengan kepercayaan diri yang tinggi, meskipun hasil dari itu semua adalah keabsurdan serta ketragisan.

Dapat dibilang Seratus Tahun Kesunyian adalah sebuah pengalaman pribadi sang pengarang yang tinggal di Kolumbia, Amerika Selatan. Selama lebih dari lima ratus tahun, daerah itu selalu terkoyak oleh perang-perang tanpa akhir. Ia menjadi begitu terkucil dari pergaulan dunia, saat para diktator silih berganti mengisi tampuk kekuasaan dan tak ada yang lebih baik satu dari yang lain. Semua seperti berulang kembali, sama kata Ursula. Dan kegaiban yang menjelma, mengingatkan saya akan desa-desa di Jawa yang penuh dengan mitologi, perjalanan trah Buendia pada akhirnya sama seperti cerita dewa-dewa Yunani dan India. Yah, inilah sebuah fiksi masa kini tentang sejarah manusia, kemanusiaan dan perjalanan nasib yang kadang-kadang menyimpang, penuh gairah dan kegilaan, serta tak pernah terduga. Dalam sudut yang berbeda, Marquez menawarkan sebuah lensa untuk melihat itu semua, dan kita akan keluar dari novel ini seperti bangun dari mimpi panjang.

1 komentar untuk "Macondo, Melquiades dan Buendia"

  1. review yg bernas!
    thanks, membuat penasaran, ingin segera baca novelnya!

    BalasHapus