Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Siapakah Samiri?

 Jawaban singkat: Harun.

Jawaban panjang. Sebenarnya kisah penyembahan patung anak sapi emas oleh Bani Israil selepas exodus dari Mesir sudah dikenal luas oleh umat Yahudi dan Kristen. Mereka sudah paham bila yang bertanggung jawab atas musibah tersebut tidak lain adalah Harun, kakak Musa.

Dasar dari pandangan ini adalah ayat di Exodus 32:1–8.

1 Ketika bangsa itu melihat bahwa Musa lama sekali turun dari gunung, mereka berkumpul di sekeliling Harun dan berkata, “Mari, jadikanlah kami dewa-dewa yang akan mendahului kami. Adapun Musa yang membawa kita keluar dari Mesir, kita tidak tahu apa yang terjadi padanya.”

2 Jawab Harun kepada mereka, “Tanggalkanlah anting-anting emas yang dipakai istrimu, anak-anakmu laki-laki dan anak perempuanmu, lalu bawalah kepadaku.” 3 Maka seluruh rakyat melepas anting-anting mereka dan membawanya kepada Harun. 4 Lalu diambilnyalah apa yang diberikan orang-orang itu kepadanya, lalu dibuatnya menjadi patung berhala yang berbentuk anak lembu, lalu dibuat dengan suatu perkakas. Lalu mereka berkata, “Inilah dewa-dewamu, hai Israel, yang membawa kamu keluar dari Mesir.”

5 Ketika Harun melihat hal itu, dia mendirikan sebuah mezbah di depan anak lembu itu dan mengumumkan, “Besok akan ada perayaan bagi TUHAN.” 6 Maka keesokan harinya bangsa itu bangun pagi-pagi dan mempersembahkan kurban bakaran serta kurban perdamaian. Setelah itu mereka duduk untuk makan dan minum dan bangun untuk menikmati pesta pora.

7 Lalu TUHAN berkata kepada Musa, “Turunlah, karena bangsamu yang kamu bawa keluar dari Mesir sudah rusak. 8Mereka cepat berpaling dari perintahku dan menjadikan diri mereka berhala yang berbentuk anak lembu. Mereka sujud menyembahnya dan mempersembahkan kurban kepadanya dan berkata: Inilah allah-allahmu, hai Israel, yang membawa kamu keluar dari Mesir.’ Keluaran 32:1-8

Tapi bagi mayoritas umat Islam, identifikasi Harun sebagai pelaku penyembahan anak sapi emas ini adalah sesuatu yang asing. Hal ini dikarenakan Quran memiliki satu nama yang kerap dijadikan kambing hitam untuk urusan tersebut, siapa lagi kalau bukan Samiri.

Awalnya saya pikir demikian, hingga membaca buku The Golden Calf Between Bible and Qur'an karya Michael E Pregill, yang menurut saya memberikan penjelasan yang mengesankan bila sebenarnya narasi Quran sejalan dengan narasi Bible soal masalah ini.

 Namun sebelum kita melangkah ke argumen Pregill ada baiknya melihat konteks ayat-ayat terkait anak sapi emas ini dalam Quran.

Pertama, Quran menggunakan frase al-'ijl yang berarti "si anak sapi" untuk menyebut patung anak sapi emas dalam kisah Musa. Kedua, kata/ nama samiri itu hanya muncul pada kelompok ayat di QS 20:82–97. Pada kelompok ayat lain yang menceritakan episode ini yakni 7:148–153, dan 2:51–52 kata samiri absen dan hanya ada sosok Harun, yang memang dikonfrontir oleh Musa dan dimintakan maaf olehnya kepada Tuhan.

Ketiga, surat 20 dimana kata samiri muncul turun lebih awal dari dua rangkaian ayat lainnya. Bila kita memakai klasifikasi Noldeke maka Surat 20 ini, yakni Thaha tergolong kedalam periode Makkah ke-2 kira-kira antara tahun kelima dan keenam kenabian. Adapun surat 7, al-A'raf, baru ada pada periode Makkah ke-3 antara tahun keenam hingga hijrah Nabi ke Madinah. Sedangkan surat 2, al-Baqarah, masuk kedalam periode Madinah. Seperti kita ketahui, pada periode Madinah Nabi erat berinteraksi dengan umat Yahudi yang tentu saja sangat paham seluk beluk kisah tersebut, karena memang tercatat dalam Bible.

Bila kita buat kronologi, maka susunan kisah al-'ijl dalam Quran akan terlihat seperti ini:

Kita bisa melihat bagaimana reaksi awal dari umat Yahudi saat Musa tahu mereka menyembah al-'ijl, yakni pasrah.

Sedang pada ayat lain, mereka mengemukakan alasan bila perilaku tersebut tidak bertentangan dengan janji yang telah mereka ucapkan, yakni tidak menyembah Tuhan selain Allah.

Bagi Pregill, pernyataan umat Yahudi ini menunjukkan bila mereka melakukanya tanpa terpaksa, dan menganggap samiri sebagai bagian integral dari mereka dan bukan orang luar yang bisa dengan mudah dijadikan kambing hitam jika suatu masalah terjadi.

Tapi yang lebih mengena adalah bagaimana dialog yang terjadi antara Musa dan Harun kemudian samiri, pada dasarnya merupakan dialog antara dua orang, bukan tiga. Kita bisa melihat bagaimana redaksi Quran soal ini:

Dan bandingkan dengan di ayat satunya

Serta bagaimana Musa memohon ampun atas kesalahan Harun kepada Tuhan.

Salah satu argumen Pregill paling masuk akal adalah interpretasinya soal kata samiri yang menurutnya memiliki dua kemungkinan:

  1. Samaria, merujuk kepada penyembahan patung anak sapi emas oleh Jeroboam yang tinggal di Samaria, ibukota Kerajaan Israel.
  2. S m ryang berarti berbicara tengah malam atau lebih dekat pada kata meronda, dan orang yang berjaga.

Kebetulan akar kata smr ini juga ada dalam Q 23:67.

Bagi Pregill kata samiri merujuk kepada permintaan Musa kepada Harun di ayat 7:142 untuk menjadi penggantinya saat ia pergi menghadap Tuhan. Dimana seorang pengganti juga bertugas sebagai pengawas atau orang yang meronda, samiran.

Bila Harun dipercayakan untuk mengawasi Bani Israil saat Musa pergi, samiran, maka sangat masuk akal bila kemudian Musa memanggil Harun sebagai samiri, atau si orang yang mengawasi kaumnya.

Argumen Pregill berikutnya adalah interpretasi kata la misasa yang berarti "jangan sentuh aku" sebagai hukuman terhadap samiri, dimana seumur hidup ia dihukum untuk berkata demikian.

Menurutnya frase tersebut secara langsung merujuk kepada sosok Harun sebagai moyang kelas pendeta dalam sistem keagamaan masyarakat Yahudi. Kelompok ini memang berasal dari suku Lewi, tapi diantara suku tersebut, hanya anggota suku yang merupakan keturunan langsung Harun saja yang berhak menjadi pendeta tinggi dalam Judaisme. Dan sebagai kelas pendeta, keturunan Harun ini memiliki banyak sekali pantangan yang tidak boleh dilanggar untuk menjaga kesucian mereka.

Akar kata misasa sendiri adalah masasa yang berarti menyentuh, seperti pada frase la yamassuhu illa al-muthahharun, atau "dilarang menyentuhnya (Quran) kecuali yang telah bersuci". Dan uniknya, frase ini pula yang menghubungkan Maryam dengan Harun, yang merasa tidak pernah disentuh, lam yamsasni, oleh satu manusia pun (19:20), sehingga orang-orang setempat memanggilnya ukht harun, saudari Harun. Yakni saudari orang suci kelas pendeta yang tidak tersentuh oleh hal-hal yang dianggap kotor. Selain tentunya kedekatan Maryam dengan keluarga Zakaria yang merupakan keturunan Harun.


Tambahan:
Tapi frase yang paling rumit dari kisah 
al-'ijl ini adalaha frase:

  1. Hum ula'i 'ala atsari (هُمْ أُولَاءِ عَلَىٰ أَثَرِي ) yang terdapat pada Q 20:84
  2. Fa-qabadhtu qubdhatan min atsar al-rasul fanabadztuha (فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِّنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا) Q 20:96.

Di sini Pregill mengikuti penafsiran Abu Muslim al-Isfahani, seorang mufassir Mu'tazilah, yang dikutip oleh Fakhruddin al-Razi. Dalam tafsirnya, Abu Muslim memaknai frase tersebut secara figuratif yakni kata atsar sebagai sunnah Musa, sehingga frase 2 diartikan sebagai, "aku mengikuti sunnah Musa hanya sedikit saja, untuk kemudian meninggalkannya". Pemaknaan ini bagi Pregill sangat pas dengan frase 1 yang juga bisa dimaknai secara figuratif "mereka ditangan orang yang benar karena mengikuti sunnahku".

Dengan kata lain, saat Musa terburu-buru pergi menemui Tuhan ia ditanya, "kenapa terburu-buru?" Musa menjawab, "Mereka sudah berada di tangan yang benar, karena ada penggantiku yakni Harun". Baru kemudian Tuhan menyanggah bahwa "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri".

Pada Frase 2, dapat diartikan sebagai pernyataan samiri "aku melihat yang tidak mereka lihat, lalu aku ikuti sedikit dari sunnahmua, atsar, lalu aku tinggalkan dan demikianlah diriku terkecoh".

Tafsir Abu Muslim yang dianut oleh al-Razi ini menurut Pregill bertentangan dengan pemikiran ulama lain yang menafsirkannya secara literal yakni jejak kaki kuda Jibril yang diambil Samiri saat mereka menyeberangi lautan.


Kesimpulan
Berdasarkan penalaran Pregill ini sebenarnya sangat masuk akal bila ktia simpulkan bahwa 
samiri sebenarnya adalah saudara Musa sendiri, yakni Harun. Selain karena koheren dengan struktur Quran dan munasabah ayat, juga makna intrinsik dari setiap kata kunci, kesimpulan tersebut juga membuat Quran selaras dengan redaksi yang terdapat di dalam Bible. Dengan kata lain, memiliki dasar yang kuat baik internal maupun eksternal.

Dalam makna yang lebih luas, keberadaan Harun sebagai pencetus ide penyembahan patung anak sapi menjelaskan asal-usul kelas pendeta tinggi Yahudi, dan pada saat bersamaan, menggambarkan permusuhan terselubung antara keturunan Harun dengan anggota suku Lewi lain yang mencemooh eksklusivitas mereka sebagai kelas pendeta.

Posting Komentar untuk "Siapakah Samiri?"