Apa Tuhan itu ada?
Tentu saja ada. Tuhan itu ada tiga jenis.
PERTAMA, Tuhan dalam diri-Nya sendiri, Das Ding an sich, sebut saja Tuhan 1. Tuhan 1 adalah Tuhan yang sesungguhnya. Sayangnya, hingga saat ini tidak ada satu orang pun yang benar-benar tahu apa atau siapa Tuhan 1 ini, dan bagaimana menghadirkan-Nya secara empirik tanpa perantara apapun untuk diobservasi. Semua pemikiran tentang-Nya tidak lebih dari inferensi, dan hipotesis rasio semata, tanpa bukti yang kuat dan bisa diuji secara valid.
Oleh karena Dia tidak bisa dihadirkan, maka Dia juga tidak bisa dipelajari dan diteliti, sehingga semua perbincangan tentang Tuhan 1 ini menjadi tidak bermakna. Dengan demikian, seperti kata Wittgenstein, Whereof one cannot speak, thereof one must be silent.
God in Brain
KEDUA, Tuhan yang ada di dalam otak dan pikiran manusia. Sebut saja Tuhan 2. Tuhan 2 ini bisa diamati. Pertama melalui ekspresi bahasa. Baik bahasa natural maupun simbolik. Kedua, melalui pengamatan fisiologis, berupa aktivasi region otak saat seseorang berpikir tentang Tuhan. Pengamatan fisiologis ini juga bisa dilakukan terhadap perilaku religius, dengan demikian menjadi objek kajian cognitive science dan psikologi.
Saat seseorang berbicara tentang Tuhan, sesungguhnya ia tengah berbicara tentang Tuhan yang ada dalam pikiran dan otaknya, dengan demikian ia berbicara tentang Tuhan 2. Saat seseorang berjanji atas nama Tuhan, ia berarti tengah berjanji berdasarkan kepercayaan dan keyakinan pada Tuhan 2 ini dengan sepenuh hati.
Ketika orang tersebut mengutuk, maka sesungguhnya ia tidak tengah menyuruh Tuhan 1 untuk menjalankan perintahnya, tapi berharap agar keburukan menimpa seseorang sesuai pemahamannya tentang konsep Tuhan yang ada di dalam kepalanya.
Satu hal yang menarik, fenomena mistik macam mukasyafah atau pertemuan batin dengan Tuhan, pada dasarnya adalah fenomena biologis juga. Ia bagian dari cara kerja otak kita. Meski demikian, yang ditemui dalam proses ini bukanlah Tuhan 1, melainkan mirror dari diri kita sendiri, Our inner self. Dengan demikian Tuhan 2. Dari sudut pandang psikologis hal itu sangat baik, karena bisa "memimbing" kita untuk mengetahui tujuan hidup. Dengan demikian, baik theist maupun atheist, sama-sama bisa memetik manfaat yang nyata dari proses mistik atau meditasi dan sebagainya.
Seperti kata Rumi: Man 'arafa nafsahu faqad arafa rabbahu.
KETIGA, Tuhan dalam sejarah, atau Tuhan 3. Termasuk di dalamnya, Tuhan dalam agama, kitab suci, tulisan-tulisan, dan artefak kesejarahan lainnya. Sebagaimana Tuhan 2, Tuhan 3 ini juga bisa diamati dan dipelajari. Dia pada awalnya adalah bagian dari Tuhan 2, tapi kemudian mengejewantah menjadi konsep bersama yang dianut oleh sejumlah individu. Saat konsep bersama ini dirumuskan ke dalam tulisan, maka lahirlah Tuhan 3.
Baik Tuhan 2 dan Tuhan 3, sama-sama bersandar pada bahasa. Segala konstruksi tentang Tuhan 3 ini dengan demikian bertumpu pada konstruksi bahasa tempat Dia berada. Setiap bahasa memiliki keunikan tersendiri dalam mempersepsi Tuhan dan realitas, hal ini membuka deskripsi yang sangat beragam tentang Tuhan 3. Meski demikian, secara umum kebudayaan manusia selalu menisbatkan segala sesuatu yang superlatif kepada Tuhan 3 ini. Tuhan 3 dengan demikian menjadi objek kajian agama, sejarah, studi literatur, arkeologi, bahasa, dan tentu saja logika.
Karena Tuhan 3 bersandar pada bahasa, maka kita bisa mempelajari-Nya melalui artefak sejarah dan literatur. Di mana setiap gagasan tentang Tuhan saat ini, dibangun oleh gagasan yang telah ada sebelumnya. Gagasan-gagasan ini terhubung berdasarkan proximity regional dan linguistik. Namun karena setiap bahasa dan budaya adalah unik, maka proses "decode" dari satu bahasa-budaya ke bahasa-budaya lain, kerap menimbulkan lost in translation. Hal ini berdampak pada kreativitas berupa pembentukan konsep-konsep baru yang belum ada sebelumnya. Lewat dialog bahasa dan budaya inilah Tuhan 3 berevolusi.
Jika kita breakdown, maka:
- Tuhan 1: Bagi sains hipotetik, bagi agama aksiomatik.
- Tuhan 2: Terbukti ada secara subjektif. Keberadaannya bisa dilacak lewat statistik.
- Tuhan 3: Secara objektif terbukti ada.
Kenapa sains hanya sampai pada hipotesis, bukan afirmatif? Sebab pengetahuan manusia mengenai alam semesta ini terlalu sedikit untuk sampai pada kesimpulan bahwa Tuhan 1 eksis atau tidak eksis. Knowledgeable universe itu tidak lebih dari 10%. Itu pun belum ada satu orang pun yang sampai menjelejahi alam semesta yang 10% ini. Fisika Teoritis hanya ada pada level pengetahuan matematis dan peinginderaan jarak jauh lewat Hubble dan JWST saja. Jadi peluang keberadaan Tuhan 1 masih ada.
Hal lain yang harus digarisbawahi adalah, konsep Tuhan 2 dan 3 membentengi diri kita dari penemuan Tuhan 1. Alasannya adalah, karena kita sudah terbiasa dengan konsep logis bahwa Tuhan haruslah superlatif dan tidak serupa dengan apa pun yang pernah kita ketahui. Saya sebut ini sebagai paradoks tentang Tuhan yang ada di alam pikiran modern.
Kita bisa mendefinisikan paradoks ini sebagai berikut:
Saya yakin banyak dari kita yang percaya bahwa Tuhan itu ada. Bila suatu ketika muncul sesosok alien yang memiliki kekuatan laksana Tuhan, bisa membangkitkan orang mati hingga mampu mencabut nyawa seseorang, dan mengklaim dirinya sebagai Tuhan, apa kamu akan menyembah alien tersebut?
Mereka yang langsung menyembah alien akan menganggap bahwa ketuhanan alien dikarenakan kemampuan supranatural yang dimilikinya. Pendapat ini tidak salah, tapi bagi masyarakat modern yang terbiasa dengan pola pikir logis dan terpapar konsepsi Kitab suci akan Tuhan, pasti menganggap alien tadi sebagai false god.
Katakan mereka yang tidak percaya kemudian melakukan audisi dengan alien. Mereka lalu meminta alien tadi membuktikan ketuhanannya. Setiap kali si alien berhasil membuktikan bahwa ia adalah Tuhan, semakin bertambah pula jumlah orang yang menganggap ia bukan Tuhan.
Bagaimana bisa?
Tentu saja bisa karena apa yang kita pahami sebagai Tuhan tidak lebih dari konsepsi superlative tentang segala suatu. Kita biasa mengenal Tuhan dengan sebutan Maha. Maha Pengasih, Penyayang, Adil, Kuat, dsb. Di dunia nyata, konsep superlative ini tidak pernah ada. Ia hanyalah rumusan logis otak kita saja yang tidak punya padanan di dunia nyata. Sekali konsep ini mengejewantah kedalam "alam ragawi" maka pada saat itulah ia kehilangan maknanya sebagai Tuhan.
Dan tebak, orang yang paling beriman kepada Tuhan pada akhirnya menjelma menjadi yang paling ingkar kepada ketuhanan si alien.
Posting Komentar untuk "Apa Tuhan itu ada?"