Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Surat dari Langit

[mohon maaf, berhubung masih ada riset dan studi yang harus saya lakukan pada bab II, yang berjudul "Gadis Pantai" maka di sini saya posting saja langsung ke bab III. Jadi kalau ada cerita yang seakan melompat, mohon dimaklumi. :-)]

Ada banyak hal yang kita agungkan di dunia ini. Sebagian ada yang menganggap harta bendanya yang membuat dirinya kekal, sebagian lain menganggap bahwa cinta adalah sesuatu yang sukar ditemukan gantinya. Padahal bila mereka mengerti, sesungguhnya cintalah yang jauh lebih dominan. Kau bisa mencintai harta bendamu, wanita, anak-anak dan segala suatu yang ingin kau miliki. Kau bahkan bisa mencintai dirimu.

“apa yang kau temui di malam-malam Ramadhan seperti ini?” ujar seorang malaikat kepada kawannya.

“negeri ini bersenandung doa” jawabnya sambil memandang gemerlap cahaya di hamparan kota di bawahnya.

“kau lihat, apartemen jangkung sebelah sana” sambil menunjuk ke arah jajaran menara apartemen tak beberapa jauh dari jalan layang tol.
“ada wanita setengah baya yang memohon keselamatan anak semata wayangnya yang kini tengah belajar di desa” keduanya pun datang menghampiri.

Seorang perempuan dengan bercucur air mata menengadahkan tangannya tinggi ke langit, wajahnya pucat pasi dan matanya berkaca-kaca. Ia terus menangis mengiba agar keadaannya kini jauh lebih baik. Agar ia mampu bertemu kembali dengan keluarga di rumah. Sementara di kamar sebelah, kedua majikannya tertidur pulas. Mereka tertidur, karena dua jam sebelumnya sibuk menyiksa perempuan tamatan SD ini gara-gara tidak becus menggunakan mesin cuci digital yang tidak ia kuasai.

“Ia ikhlas, benar-benar wanita yang ikhlas, sungguh-sungguh, dan memiliki keinginan yang kuat” menilai.

“tunggu sampai kau lihat yang ini” ia segera mengajak rekannya itu pergi melintasi pekarangan kotor di samping rel kereta api.

“apa maksudmu orang itu?” malaikat tadi menunjuk seorang perempuan yang masih memegang pisau dapur ditangan kanannya.  Daster bermotif bunga-bunga yang ia kenakan tampak kumal sekali, penuh lobang di sana-sini dan sepertinya sudah lama belum dicuci.

“apa ia ingin membunuh seseorang?” penasaran.

“kau salah, ia baru saja membatalkan niatnya untuk membunuh seseorang”

“siapakah gerangan orang yang ingin dia bunuh?”

“suaminya, ia ingin membunuh suaminya yang pemabuk dan sering main perempuan itu.” berusaha menjelaskan.

“Sore tadi, sepulang dari tempat kerjanya ia melihat di matanya sendiri sang suami tengah berasyik masuk dengan seorang wanita di kamar mereka berdua. Ingin ia memarahi, tapi ia begitu takut. Takut akan makian, cacian, pukulan dan tendangan yang sering ia terima. Karena kalut, ia tinggalkan petak sempit itu dan berjalan tak tentu arah sepanjang perkampungan kumuh. Ia hampir gila dan memutuskan untuk mengakhiri nyawa sang suami pada malam ini”.

“tapi kenapa tidak ia lakukan?”

“waktu ia hendak melakukan niatnya itu, bayinya menangis keras. Sebenarnya juga aku yang membuat bayi itu menangis. Aku hanya ingin tahu, apakah ia masih memiliki cinta terhadap keluarganya. Ternyata dugaanku benar, ia memilih menghampiri putrinya lalu menggendong dan menyusui bayi tersebut. Naluri keibuan telah mengalahkan ego kebinatangan yang muncul dalam dirinya. Ia lebih memilih mengorbankan rasa sakit hatinya daripada membiarkan sang anak tumbuh besar tanpa kasih sayang si ibu”.

“sungguh mulia sekali hati perempuan itu” lalu sang malaikat memanjatkan doa kepada Tuhan agar Ia mengampuni kesalahan yang perempuan tersebut perbuat pada hari ini.

“bukankah sudah kubilang, perempuan itu jauh lebih kuat dan tangguh daripada laki-laki” mencoba berteori.

“kenapa kau tidak memperhatikan yang satu ini?” ia kembali membawa kawannya pergi jauh hingga melayang tepat di atas sebuah rumah sederhana.
“apa yang kau lihat?” ia memandang dalam ke bawah rumah itu.

“hanya seorang pria biasa yang sedang melakukan shalat malam. Apa yang istimewa dari dirinya?”

si malaikat tersenyum, “yang ia panjatkan. Itu yang membuatnya istimewa”

“apa sebenarnya yang ia panjatkan dan kenapa hal tersebut istimewa?”

“ia hanya memanjatkan doa untuk seseorang yang benar-benar ia kasihi. Seorang wanita yang hatinya telah beku akan cinta. Ia memohon kepada Tuhan agar ia diberikan kesempatan untuk mencintai wanita itu.”

“kedengarannya seperti cerita cinta yang lalu-lalu” kritik si kawan.

“asal kau tahu, ia sudah memanjatkan doa itu sejak lama. Semenjak Ramadhan tahun lalu, dan meski ia merasakan sejumlah kejatuhan dan kegetiran, ia terus berusaha bangun dan bangkit kembali. Dan terus mengumandangkan harapan-harapannya”.

“Oo..” “lalu siapakah perempuan yang ia begitu puja dan doakan itu?”

Si malaikat membawa rekannya menuju ke pusat kota Jakarta yang padat, ke tengah hamparan rumah-rumah petak yang berhimpitan tidak mau mengalah. Mengitari gang-gang kecil kemudian melayang tipis di dalam sebuah kamar kotak persegi. Sebuah tempat tidur single membujur di sisi kiri kamar itu. Di atasnya, dalam keheningan dan ketenangan terbaring sesosok wanita yang tidur dengan damai. Ia sepertinya begitu lelah sehingga lupa melepas pakaian kerja yang ia kenakan. Di kepalanya masih tergantung dengan rapih jilbab warna ungu yang ujungnya jatuh menutupi dadanya yang kembang kempis pelan tapi dalam.

“kenapa pria itu begitu mencintai perempuan ini?”

“jangan kau tanya aku tentang cinta. Tanyalah pada manusia, merekalah yang diberikan Tuhan anugerah untuk dapat mencinta dan membenci. Menjadi begitu penyayang dan begitu bengis. Menjadi lemah lembut atau gagah berani menerjang karang.”

“aku paham, dan sudah banyak yang kusaksikan dari keagungan daya itu dalam kehidupan manusia.” katanya sambil terus mengamati perempuan itu.
“yang tidak aku mengerti, ungkapan kamu bahwa yang dipanjatkan pria itu adalah sesuatu yang istimewa”.

“oh, rekan malaikatku. Tidakkah kau mengambil pelajaran dari tugas kita pada malam hari ini. Pembantu yang tersiksa oleh majikannya, perempuan yang tersiksa oleh perlakuan keji sang suami, kalau kau lihat, bukankah yang menjadi kunci di sini adalah kaum pria. Seandainya si laki-laki tadi memiliki budi pekerti yang baik, tidak mungkinlah ia berbuat serong dengan wanita lain. Dan ibu muda itu, tentu saja tidak akan berniat membunuh. Ia akan melakukan perbuatan yang baik karenanya dan mmebesarkan keturunan yang baik pula.”

“lalu si anak ini, ketika sudah besar dan menjadi orang kaya, karena contoh dan ajaran dari orang tuanya tentu tidak akan memperlakukan pembantunya dengan keji. Kalau pun ia berbuat salah, maka ia akan membenarkannya dengan sabar, sebagaimana dulu yang diajarkan kepadanya saat kecil. Seperti keburukan, perbuatan baik juga merangsang orang lain berbuat serupa”

“dan kini kau lihat, ada seorang laki-laki yang mencoba menjadi orang baik. Ia ingin mencinta seseorang yang amat ia puja. Tidakkah kau berpikir kawan malaikatku, bahwa ia bisa menjadi kata kunci tadi. Ia bisa memberi dengan sepenuh hati apa yang tidak diberikan oleh mereka yang tidak punya hati. Dan jika ia benar-benar mencintai wanita itu, bukankah ia akan memberi yang terbaik untuknya?”

si malaikat hanya terdiam membisu.

Posting Komentar untuk "Surat dari Langit"