Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Surat dari Langit (2)

Keduanya pun kembali lagi ketempat si pria tadi berdoa. Ia masih di sana, melakukan rakaat terakhir dari tahajjudnya. Keduanya masih menunggu. Dan tatkala ia selesai, keduanya berusaha mendengarkan permohonan pria tadi.

***
02:35

Wajah malam benar-benar gelap, hanya menyisakan sedikit cahaya yang masuk melalui kisi-kisi lubang udara di atas kusen kayu. Cahayanya menimpa tumpukan buku lusuh yang bersandar malas di atas rak kayu yang reyot. Di depannya, duduk beralaskan sajadah tua, seorang pria khusyuk berdoa di tengah malam itu.

Ia bermunajat kepada Tuhan tentang kisah dirinya, tentang harapan-harapannya dan tentang keinginannya yang belum tercapai. Ketika akhirnya sampai kepada cintanya, ia berhenti sebentar. Meresapi kesalahan-kesalahannya yang lalu, tentang kebodohannya yang tidak bisa ia percaya. Dan terpenting, tentang perempuan itu. Perempuan yang selalu hadir dalam doa-doanya selama Ramadhan ini.

“aku masih belum bisa melupakannya. Dan aku akan terus berdoa pada Tuhan tentangnya” dan ia pejamkan matanya, membiarkan hatinya merasakan keseluruhan wujudNya.

“sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa yang kuucapkan dan yang kusembunyikan. Maka kabulkanlah harapan-harapan dan cintaku yang paling murni dan dalam. Sesungguhnya Engkau tidak pernah mengingkari janji”.

Udara malam menghembus lembut. Membawakan perasaan sejuk yang belum pernah ia rasakan. Dan ia masih menikmati sensasi hawa murni tersebut, yang tidak dingin dan panas tapi membuat segar seluruh akal pikiran dan panca inderanya.

 “Tuhan, terima kasih” pujinya dalam hati.

“dan kini apa yang akan aku lakukan?” tiba-tiba muncul pertanyaan itu dalam hatinya. Matanya kembali terbuka, menyesuaikan dengan gelapnya malam. Semua yang ada di kamar itu hening tanpa suara, hanya kipas angin kecil yang memutar kelelahan mengalirkan udara.

“aku harus menelponnya. Ah, tidak. Bagaimana kalau ia langsung menutup telepon tersebut? Tapi saya lebih takut kalau dia malah menganggap saya kurang ajar dan gila. Buat apa menelpon gadis baik-baik yang tidak ada hubungan apa-apa denganmu di tengah malam seperti ini.”

“apalagi kalau itu hanya telepon iseng saja, tidak memberitahukan apa-apa dan hanya berkata sebentar, 'halo bagaimana kabarmu malam hari ini'. Bodoh! Lalu apa yang harus kuperbuat?”

“baik, aku akan mengirimkannya sms. Itukan tidak kencang, lagi belum tentu ia akan segera bangun, jadi tidak perlu mengganggu bukan. Cuma, apa yang harus aku tulis?” ia bingung bukan main.

“ah tidak, tidak mungkin aku menuliskannya” ia tertawa cekikikan demi teringat salah satu komentar temannya tentang ide menulis “iloveuwouldumarrymeplease..” di atas sebuah sms. Benar-benar cara menembak yang aneh. “menembak, apaan juga tuh?”

“aku harus membuatnya sealami mungkin. Bukankah cinta itu alamiah, tanpa rekayasa, kenapa juga harus memaksa bila bukan waktunya”  ia berkeras.

“akan ku kirimi ia sms”. Ia ambil telpon genggam hitamnya yang tergeletak di samping sajadah. Ia pencet tombol-tombol mungil di atasnya dan mencari nama yang sudah sangat ia hafal.

“akan kubangunkan ia untuk sahur” ujarnya dalam hati sambil menekan tombol send lekas-lekas.

02:59

Bit-bit data yang tak kasat mata dan kecil itu terlempar cepat ke angkasa, melewati dua malaikat yang masih mengamati pria di bawahnya tadi. Dengan kecepatan cahaya, ia terserap ke menara BTS terdekat yang tak henti-hentinya berkelap-kelip sepanjang malam melayani ribuan pesanan akses data, suara dan teks, menjadi saksi pelbagai kehidupan manusia yang kebetulan lewat di dekatnya. Perselingkuhan, rasa cinta, amarah, ultimatum, tak henti-hentinya ia menyaksikan semua bit data itu untuk kemudian melontarkannya lagi jauh ke angkasa sana menembus lapisan teratas awan cumulus, melewati batas atmosfir dan tiba di tangan-tangan cakram satelit Palapa C2. Tapi memang bukan kesana bit-bit data itu menuju. Dengan kecepatan yang nyaris sama, ia kembali terlontar cepat menuju bumi, ke sebuah BTS lain yang siap menampung curahan informasi itu. Lalu bagaikan hamba sahaya yang begitu taat, ia hantarkan sebaris pesan tadi ke sebuah ponsel Nokia hitam yang setengah sadar.

“teetetet, teetetet, teetetet!” bunyi handphone memecah keheningan malam.

“ah, sms dari siapa tengah malam begini?” ujar seorang perempuan yang langsung terjaga mendengar suara tadi. Jilbab yang dipakainya masih acak-acakkan, tapi wajahnya yang manis menutupi kekurangannya tadi.

“Sahur... sahur... bangun!” sebuah surat dari langit.

Dia melihat tidak percaya, memandang baris-baris pesan di layar handphonenya sebentar dan sedetik kemudian ke jam dinding kecil yang terus berdetik. Tik..tik..tik..

03:01.

Posting Komentar untuk "Surat dari Langit (2)"