Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dengerin Jazz

Di penghujung hari, selepas maghrib. Seperti biasa, cuci mata ke gedung sebelah, cari sesuatu buat ganjal perut dan menikmati sore hari yang santai di Soemantri Brojonegoro. Biasanya juga putarputar keliling sendirian, tapi kali ini malah jalan bertiga dengan kawankawan seprofesi. Nonton live show Ireng Maulana, kata mereka. Ireng, jazz? Dua nama yang tidak terpisahkan. Saya hanya mengetahui orang ini dari layar kaca saja, beratraksi dengan gitarnya melantunkan tembangtembang yang familiar tapi asing. Entah karena model penyuguhannya yang sophisticated sehingga rada pekak di telinga saya yang biasabiasa saja. Tapi jazz, itukan. 'Ayo, sini', ajak mereka. Menarik saya kembali duduk di bangku kedua tepat dihadapan sang maestro. Benarbenar tawaran yang gak mungkin untuk ditolak. Jadilah sore hari itu, untuk pertama kalinya menyaksikan Ireng berirama.

Friday Jazz with Ireng Maulana and Friends namanya. Sebuah live show performance yang diadakan pengelola gedung. Diadakan di dekat foodcourt, jadi pengunjung dapat menikmati makan sembari mendengar suara merdu biduwan biduwanita, dan sesekali membuka laptop mereka menikmati sajian wifi gratis. Lumayan juga sih kecepatannya, tapi karena saya browsing pake handphonde jadi tidak bisa berlamalama, cepat habis sih baterainya kalau dibuat koneksi. Dan kali ini, band tersebut tampil bersama dua orang vokalisnya. Yang lakilaki masih duapuluhan tahun, mirip Ireng. Anaknya mungkin. Dan satu lagi perempuan yang sangat atraktif masih muda juga, terlihat hamil, istrinya si vokalis barangkali.

Pembukaan dengan atraksi perkusi, apa ya istilahnya, maaf saya tidak menguasai istilah musik jadi susah untuk membahasakannya. Lumayan pikirku. Saya yang terbiasa mendengarkan musik klasik, dapat menikmati sajian tadi dengan enjoy. Benarbenar kolaborasi yang pas. Gitaris memainkan nadanadanya dengan improvisasi yang rumit, demikian juga pianis dan drummer. Meliukliuk di telinga dan penuh penghayatan. Great job, hadirin pun memberi applause atas irama pembuka tadi. Sekarang giliran duet vokalis melantunkan tembang ... apa ya judulnya, maaf nih, benarbenar payah deh pengetahuan saya akan lagu :). ta, ta, ta, melodius, lalu sedikit meningkat temponya, demikian juga suara kedua vokalis. Si perempuan berimprovisasi, suaranya melengking tinggi, tubuhnya bergerak heboh, sedangkan rekannya dengan ritmis mengimbangi lengkingan suaranya tadi. Di belakang, para musisi mengolah nadanada dengan teknik yang tinggi. Aduh, pusing sekali mendengarnya. Saya alihkan pandangan, memejamkan mata, dan hey! Kok berbeda.

Jazz, jazz, what does it means? Di Wikipedia, ditulis bahwa istilah tersebut pertama kali muncul dalam khazanah olahraga, tepatnya baseball, pada tahun 1912. Seorang pitcher, menamakan bola yang tertatihtatih dan diluar kontrol lemparan dengan sebutan jazz ball. Jazz diambil dari kata jasm, yang berarti energi, jiwa, dan semangat. Tapi jasm itu punya makna intrinsik yang negatif, maaf, sperm or cement, menjadikannya kata yang tabu untuk diucapkan. Dan kalau dilihat sepintas malah mirip dengan kata orgasm. Wow, apa memang begitu? Dan di saat saya pejamkan mata, baru terlihat beberapa kesatuan yang tidak ada saat mata ini melihat ke sekeliling. Lagunya mengalir utuh dan baik, tapi benarbenar butuh perjuangan. Makanya, tepat juga kalau ada orang yang bilang, paling enak dengerin jazz itu pas sudah lelah, saat indera kita dalam titik nadir untuk berargumentasi. Tidak ada resistensi, ia membawa kita menyelam melihat permainan yang begitu indah antara tarikan suara yang menyatu dengan petikan gitar dan gebukan drum serta orgen. Soul, blues, jazz, heart.

Dan di ujung sana, sepasang muda usia tengah menikmati irama ini. Dari roman wajah, sepertinya mereka orang Spanyol. Bisa juga Brazil, atau negaranegara Amerika latin lain. Toh, sama saja, kan kebanyakan mereka masih rumpun Iberia. Si pria rupanya baru saja keluar dari sebuah toko, mendapati sang wanita yang begitu terpesona menyaksikan penampilan Ireng and Friend. Ia tidak kuasa mengajak pasangannya berjalan kembali, karena setelah berputarputar sebentar, kedua orang ini malah kembali mendekati panggung. Saat nomor dari Bryan Adam ditampilkan, si wanita malah duduk dan benarbenar menghayati. Jadilah si pria juga ikut menyimak di sampingnya. Atau mudamudi yang tadi bergandengan tangan dan malah duduk di lantai hanya untuk menyaksikan performance ini, it's so magic. Sama seperti waktu yang hampir pukul 20.00, ia lewat begitu saja dan datang menghampiri tanpa diundang.

Saat break, kami kembali lagi ke MMC menunggu customer hingga pukul 21.00 dan pulang. Jalanan ramai, tapi lancar dan tidak macet. Lampulampu jalanan menyatu dengan kerlapkerlip gedung yang tinggi menjulang, menghadirkan hiburan yang menyegarkan untuk tubuh yang lelah. Jalanan dan cahaya, seandainya sepi dan senyap, enak sekali mendengarkan beberapa nomer jazz tadi. Tapi cukuplah album Return to Bedlam punya James Blunt yang menemani. Dan saat motorku merayap menanjak di atas flyover Kampung Melayu, ku dengar ia berteriak lirih.

You're beautiful. You're beautiful.
You're beautiful, it's true.
There must be an angel with a smile on her face,
When she thought up that I should be with you.
But it's time to face the truth,
I will never be with you.

Posting Komentar untuk "Dengerin Jazz"